Juventus Takluk 0-2 dari Como: Keputusan Tudor Dinilai Kontroversial

2025-10-20 06:17:56 By Ziga

Musim 2025/26 baru berjalan sembilan pekan, namun Juventus sudah harus menelan pil pahit yang menyesakkan. Kekalahan 0-2 dari Como di Stadion Giuseppe Sinigaglia menjadi titik nadir yang menggambarkan krisis performa Bianconeri dalam beberapa pekan terakhir. Dua gol dari Marc-Oliver Kempf dan Nico Paz bukan hanya mengunci kemenangan bersejarah untuk tim tuan rumah setelah nyaris tujuh dekade gagal menundukkan Juventus, tetapi juga memperpanjang paceklik kemenangan Si Nyonya Tua yang telah berlangsung sejak pertengahan September.

 

Bagi pelatih Igor Tudor, hasil ini bagaikan alarm keras yang semakin menyudutkan posisinya. Sejak terakhir kali menang atas Inter Milan dengan skor 4-3 pada 13 September, Juventus belum lagi merasakan tiga poin. Tren negatif ini membuat banyak pihak mulai mempertanyakan arah kepelatihan Tudor dan efektivitas taktik yang diterapkannya.

 

Salah satu keputusan yang paling menyulut perdebatan adalah minimnya waktu bermain yang diberikan kepada Dusan Vlahovic. Striker utama Juventus itu baru masuk ke lapangan saat pertandingan memasuki menit ke-77—sebuah langkah yang langsung menuai reaksi tajam dari para pendukung dan analis sepak bola. Keputusan tersebut dinilai terlalu terlambat, apalagi dalam situasi di mana Juventus sangat membutuhkan gol.

 

Namun dalam sesi konferensi pers seusai pertandingan, Tudor menegaskan bahwa semua keputusan yang ia ambil bukan didasarkan pada emosi atau panik, melainkan atas dasar analisis taktis terhadap permainan cepat dan rapat ala Como di bawah arahan Cesc Fabregas.

 

“Kami menghadapi tim yang terorganisir, bermain dengan intensitas tinggi, dan memiliki transisi yang mematikan,” ujar Tudor kepada DAZN. “Perubahan formasi dan waktu pergantian pemain telah kami pertimbangkan matang-matang.”

 

Juventus datang ke Como dengan misi mengakhiri rentetan hasil buruk. Alih-alih bangkit, mereka justru kembali tersandung. Dua gol Como—termasuk satu dari situasi bola mati—membuat para pemain Juventus kesulitan bangkit. Meski sempat menunjukkan permainan menjanjikan di babak pertama, segalanya berubah drastis setelah gol kedua lawan tercipta di menit ke-79. “Setelah tertinggal 2-0, pertandingan praktis berakhir. Kami tak lagi memiliki cukup ruang atau waktu,” ucap Tudor dengan nada kecewa.

 

Tudor pun mengakui bahwa absennya bek andalan Gleison Bremer membuatnya harus melakukan perubahan struktur pertahanan. Juventus meninggalkan skema tiga bek dan mencoba bermain dengan formasi empat bek. Eksperimen itu, sayangnya, gagal memberikan stabilitas yang diharapkan. Pertahanan terlihat rapuh, dan lini depan tumpul dalam mengeksekusi peluang.

 

Meski hasilnya jauh dari ideal, Tudor bersikeras bahwa pendekatannya sudah sesuai dengan kebutuhan tim. “Kami percaya formasi ini adalah opsi terbaik dalam situasi yang kami hadapi. Kami bisa masuk ke area mereka, tapi kurang akurat dalam umpan dan penyelesaian akhir,” jelasnya.

 

Namun, publik tetap mempertanyakan mengapa Vlahovic—yang dikenal sebagai sosok pemecah kebuntuan—baru dimainkan di menit-menit akhir. Bagi banyak pengamat, langkah tersebut terasa kontraproduktif, apalagi ketika Juventus tertinggal dan butuh respons cepat.

 

Tudor membela keputusan itu dengan menyebut bahwa memainkan dua penyerang di menit akhir adalah bagian dari skenario pertandingan yang telah ia susun. “Kami mencoba mengejar dengan dua penyerang di akhir laga. Tapi melawan tim seperti Como, yang cepat dan sangat disiplin, ruang sangat sulit ditemukan. Begitu skor menjadi 2-0, kami kehilangan momentum.”

 

Pernyataan Tudor menegaskan bahwa ia melihat pertandingan ini lebih sebagai duel strategi dan kecepatan, di mana tipe permainan Vlahovic dianggap tidak sepenuhnya cocok untuk konteks laga tersebut.

 

Meski demikian, tekanan kepada Tudor kini kian berat. Juventus belum meraih kemenangan dalam lima pertandingan terakhir di semua kompetisi. Suporter mulai resah, media lokal terus mempertanyakan arah tim, dan manajemen klub pun diyakini mulai mengevaluasi kinerja sang pelatih.

 

Ketika ditanya soal masa depannya di Turin, Tudor menjawab jujur, “Saya selalu mengkhawatirkan banyak hal. Itulah pekerjaan pelatih. Kami akan mengevaluasi semuanya dan berbicara di ruang ganti. Masih banyak yang harus dibenahi.”

 

Kekalahan dari Como tak sekadar soal hasil buruk di atas kertas. Itu adalah refleksi dari betapa Juventus kini belum menemukan identitas yang solid. Eksperimen taktik, inkonsistensi lini belakang, hingga minimnya ketajaman di lini depan menjadi masalah berlapis yang harus segera diurai.

 

Kini, pertanyaan besar menggantung di udara: apakah Tudor mampu membawa Juventus keluar dari tekanan dan mengembalikan dominasi mereka di Serie A? Ataukah ini akan menjadi awal dari krisis berkepanjangan yang akan mengguncang kestabilan tim?

 

Satu hal pasti—waktu tidak berada di pihak Juventus. Dan bagi Igor Tudor, laga-laga selanjutnya bisa jadi penentu hidup dan mati kariernya di Allianz Stadium.